I. PENGERTIAN
STRES
Stres adalah
stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan
tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan
koping dan
adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye,
menggambarkan
stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa
mempedulikan
apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons
tubuh dapat
diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu
(Isaacs, 2004).
Stres adalah
reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan
mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara
bergantian untuk
menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas
berlebihan yang
tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif
terhadap stres;
konteks yang menjembatani pertemuan antara individu
dengan stimulus
yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO,
2003; 158).
Stres menurut
Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan
bahwa stres
adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya.
Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami
gangguan pada
satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan
tidak lagi dapat
menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia
disebut
mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan
penderita
didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula
disertai
keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai
konotasi
negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan
eustres.
Stresor adalah semua
kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan
reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik
nonspesifik yang
menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress
reaction acute (reaksi
stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul
pada seorang
individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi
akibat stres
fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam
beberapa jam
atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping
capacity)
seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut
dan
keparahannya.
Empat variabel
psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme
respons stres
(Papero, 1997):
1) Kontrol:
keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor
yang mengurangi
intensitas respons stres.
2)
Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons
stres yang tidak
begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat
diprediksi.
3) Persepsi:
pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat
ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.
4) Respons
koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat
ansietas dapat
menambah atau mengurangi respons stres.
II. TIPE
KEPRIBADIAN YANG RENTAN TERKENA STRES
1) Ambisius,
agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).
2) Kurang sabar,
mudah tegang, mudah tersinggung dan marah
(emosional).
3) Kewaspadaan
berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan
(over
confidence)
4) Cara bicara
cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam.
5) Bekerja tidak
mengenal waktu (workaholic).
6) Pandai
berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).
7) Lebih suka
bekerja sendirian bila ada tantangan.
8) Kaku terhadap
waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesagesa.
9) Mudah bergaul
(ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan
bila tidak
tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan.
10) Tidak mudah
dipengaruh, kaku (tidak fleksibel).
11) Bila
berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
12) Berusaha
keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.
III. TAHAPAN
STRES
Gejala-gejala
stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena
perjalanan awal
tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan
bilamana tahapan
gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya
sehari-hari baik
di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan
sosialnya. Dr.
Robert J. an Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat
dalam Hawari
(2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
Stres tahap I
Tahapan ini
merupakan tahapan stres yang paling ringan dan
biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat
bekerja besar,
berlebihan (over acting); 2) Penglihatan “tajam” tidak
sebagaimana
biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih
dari biasanya,
namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
Stres tahap II
Dalam tahapan
ini dampak stres yang semula “menyenangkan”
sebagaimana
diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul
keluhan-keluhan
yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi
cukup sepanjang
hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat
yang dimaksud
antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk
mengisi atau
memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhankeluhan
yang sering
dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres
tahap II adalah
sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang
seharusnya
merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3)
Lekas merasa
capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut
tidak nyaman (bowel
discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari
biasanya
(berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa
tegang; 7) Tidak
bisa santai.
Stres Tahap III
Apabila
seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan
keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan
yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan
lambung dan usus
semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis), buang
air besar tidak
teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3)
Perasaan
ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;
4) Gangguan pola
tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur
(early
insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
(middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (Late
insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa
oyong dan serasa
mau pingsan).
Pada tahapan ini
seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter
untuk memperoleh
terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi
dan tubuh
memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah
suplai energi
yang mengalami defisit.
Stres Tahap IV
Gejala stres
tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari
saja sudah
terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula
menyenangkan dan
mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit; 3)
Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk
merespons secara memadai (adequate); 4)
Ketidakmampuan
untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5)
Gangguan pola
tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan;
Seringkali
menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan; 6)
Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan
ketakutan dan
kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
Stres Tahap V
Bila keadaan
berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres
tahap V, yang
ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan
mental yang
semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2)
Ketidakmampuan
untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan
dan sederhana;
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal
disorder);
4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin
meningkat, mudah
bingung dan panik.
Stres Tahap VI
Tahapan ini
merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic
attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang
yang mengalami
stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat
bahkan ICCU,
meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan
kelainan fisik
organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai
berikut: 1)
Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan
megap-megap); 3)
Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran; 4)
Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau
kolaps (collapse).
Bila dikaji maka
keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas
lebih didominasi
oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan
faal (fungsional)
organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang
melebihi
kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
IV. PENGUKURAN
TINGKAT STRES
Tingkat stres
adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres
yang dialami
seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan
menggunakan Depression
Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond
& Lovibond
(1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety
Stress Scale 42
(DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala
subyektif yang
dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari
depresi,
kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur secara
konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk
proses yang
lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran
yang berlaku di
manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya
digambarkan
sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok
atau individu
untuk tujuan penelitian.
Tingkatan stres
pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang,
berat, sangat
berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety
Stress Scale 42
(DASS) terdiri dari 42 item, yang dimodifikasi dengan
penambahan item
menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49 yang
mencakup 3
subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah
skor dari
pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59
(ringan); 60-89
(sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).
V. REAKSI TUBUH
TERHADAP STRES
1) Rambut
Warna rambut
yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami
perubahan warna
menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut
memutih) terjadi
sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan
rambut.
2) Mata
Ketajaman mata
seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak
jelas karena
kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami
kekenduran atau
sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.
3) Telinga
Pendengaran
seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
4) Daya pikir
Kemampuan
bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang
menjadi pelupa
dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
5) Ekspresi
wajah
Wajah seseorang
yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik
nampak serius,
tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan
kulit muka
kedutan (tic facialis).
6) Mulut
Mulut dan bibir
terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain daripada
itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia
sukar menelan,
hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan
mengalami spasme
(muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.
7) Kulit
Pada orang yang
mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam;
pada kulit dari
sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat
berlebihan.
Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih
kering. Selain
daripada itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan
penyakit kulit,
seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan
pada kulit muka
seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering
dijumpai kedua
belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
8) Sistem
Pernafasan
Pernafasan
seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu
misalnya nafas
terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada
saluran
pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga
dada. Nafas
terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot
antar tulang
iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis
sebagaimana
biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra
untuk menarik
nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma
(asthma
bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paruparu
juga mengalami
spasme.
9) Sistem
Kardiovaskuler
Sistem jantung
dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat
terganggu
faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh
darah melebar (dilatation)
atau menyempit (constriction) sehingga yang
bersangkutan
nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi
(perifer)
terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit
sehingga terasa
dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau
seluruh tubuh
terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.
10) Sistem
Pencernaan
Orang yang
mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada
sistem
pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan
pedih; hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan
(hiperacidity).
Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah
awam dikenal
dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada
lambung tadi,
gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang
bersangkutan
merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau
sebaliknya
sering diare.
11) Sistem
Perkemihan.
Orang yang
sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat
juga terganggu.
Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang
air kecil lebih
sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing
manis (diabetes
mellitus).
12) Sistem Otot
dan tulang
Stres dapat pula
menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot
dan tulang (musculoskeletal).
Yang bersangkutan sering mengeluh otot
terasa sakit
(keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu
keluhan-keluhan
pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa
ngilu atau rasa
kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam
sering mengenal
gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.
13) Sistem
Endokrin
Gangguan pada
sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang
mengalami stres
adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan
bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit
kencing manis (diabetes
mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada
wanita adalah
gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit
(dysmenorrhoe).
IV. REAKSI
FISIOLOGIS TERHADAP STRES
Situasi stres
mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya
mengendalikan
dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem
korteks adrenal.
Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dari
hipotalamus
yaitu :
1) Mengaktivasi
berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah
pengendaliannya.
2) sebagai
contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
mendilatasi
pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke
medulla adrenal.
3) Untuk
melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran dara.;
4) Sistem
korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan
CRF, suatu zat
kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak
tepat di bawah
hipotalamus.
5) Kelenjar
hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang
dibawa melalui
aliran darah ke korteks adrenal.
6) Dimana, ia
menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk
kortisol, yang
meregulasi kadar gula darah.
7) ACTH juga
memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan
sekitar 30
hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang
dibawa melalui aliran
darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik
dari sistem
saraf otonomik berperan dalam respons fight or flight.
2.4 Hubungan
Tingkat Tekanan Psikososial dengan Tingkat Stres
Fungsi tumbuh
kembang pada remaja memunculkan tekanan-tekanan
baik itu fisik,
psikososial, ataupun tekanan keduanya. Hubungan dari adanya
faktor tekanan
psikososial pada siswa berupa tekanan persaingan dan
berprestasi di
sekolah, kebutuhan untuk diterima yang berlebihan, terlalu
banyaknya
kegiatan yang membuat siswa sibuk, penyesuaian diri dengan
orang-orang dan
lingkungan atau situasi baru, dengan rentang dari positif ke
negatif berupa
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah karena
tekanan
merupakan hal yang wajar yang terjadi pada manusia, tekanan
tersebut dapat menyebabkan
stres yang memiliki rentang dari positif ke
negatif yaitu:
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu :
(1) Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
(2) Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563).
(3) Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
A. Pengkajian
1. Faktor Pendukung
• Biologis : Genetik, Status nutrisi
• Psikologis : Pengetahuaan, kemampuan berbicara, moral, personal, pengalaman
• Sosial Budaya : Umur, gender, pendidikan, budaya, kepercayaan.
2. Faktor Pencetus
• Biologis : a.Neroanatom
b.Nerofisiologi
c.Nerokimia
d.Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e.Faktor pre dan peri-natal
• Psikologis :a.Peran Ayah
b.Interaksi ibu-anak ( rasa percaya dan rasa aman )
c.Persaingan antara saudara kandung
d.Inteligensi
e.Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
f.kehilangan mengakibatkan kecemasan, depresi rasa malu dan rasa salah.
g.Konsep diri, pengertian identitass diri sendiri
h.Keterampilan, bakat dan kreativitas.
i.Pola adaptasi dan pembebanan sebagai reaksi terhadap bahaya.
j.Tingkat perlembangan emosi.
• Sosio-Budaya : a.Kestabilan keluarga
b.Pola mengasuh anak
c.Tingkat ekonomi
d.Perumahan : Kota >< Desa
e.Pengaruh Rasis dan agama
Prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.àf.masalah kelompok minoritas
3. Penilaian Respon terhadap Stress
Perasaan sedih, marah, takut, senang, rasa tidak berdaya, (putus asa, merasa sendirian)àa. Afektif
Tidak mau berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, hilang perhatian, ilusi, bingung, ragu-ragu.àb. Kognitif
Peningkatan ( Prolaktin, ACTH, Kolagen, Gangguan pencernaan, lemah, letih, lesu, pusing, perubahan berat badan).àc. Psikologi
Menarik diri, gangguan tingkat aktivitas, mudah marah, menangis dan tersinggung.àd. Tingkah laku
4. Sumber koping
Mencari dukungan sosial seperti meminta bantuan kepada keluarga, teaman, tetangga.àa. Dukungan sosial
ketersediaan materiàb. Ekonomi
kemampuan untuk mengatasi yang trejadi sebelumnya.àc. Kemammpuan personal
Mencari dukungan spiritual dengan berdo’a dan meningkatkan keyakinanya.àd. Keyakinan
5. Mekanisme Koping
Stressor Individu Stressor
Keseimbangan terganggu
Usaha individu mengatasi stressor
Respon Adapptif Respon Maladaptif
Respon yang dapat di terima Respon individu dalam
oleh norma-norma sosial budaya menyelesaikan masalah yang
yang berlaku. Menyimpang dari norma-norma
Dengan kata lain sosial budaya dan lingkungan.
Individu dalam batas normal:
1.Mampu menyelesaikan 1.Kerja berlebih
Masalah. 2.Menghindar
2.Mau berbicara dengan 3.Menciderai diri
Orang. 4.Menangis
3.Mampu melakukan aktivitas 5.Menarik diri
kontruktif
4.Olah raga
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang dikumpulkan dapat dikelompokan dalam masalah keperawatan ( potensial/aktual ) dan etiologi dari masalah. Hubungan stress dan stressor merupakan hubungan masalah (stress) dengan etiologi (stressor). Beberapa contoh diagnosa keperawatan pada stress :
1. Koping individu tak efektif yang brehubungan dengan :
a. Perubahan pola hidup
b. Sistem pendukung tidak eadekuat
c. Koping yang tidak ampuh
d. Stress yang brekepanjang
2. Koping keluarga yang ta efektif berhubungan dengan :
a. Masalah ekonomi
b. Kecacatan atau handaya yang berkepanjangan
c. Stress berkepanjangan ( psikologis, fisiologis, situasi )
3. Gangguan aktivitas berhubungan dengan :
a. Stress fisiologis
b. Krisis emosi atau situasi
4. Keputusaan berhubungan dengan :
a. Tidak mampu menyelesaikan stress
b. Tidak mampu mengontrol stress
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan :
a. Ansietas
b. Krisis situasi atau emosi
1. Faktor Pendukung
• Biologis : Genetik, Status nutrisi
• Psikologis : Pengetahuaan, kemampuan berbicara, moral, personal, pengalaman
• Sosial Budaya : Umur, gender, pendidikan, budaya, kepercayaan.
2. Faktor Pencetus
• Biologis : a.Neroanatom
b.Nerofisiologi
c.Nerokimia
d.Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e.Faktor pre dan peri-natal
• Psikologis :a.Peran Ayah
b.Interaksi ibu-anak ( rasa percaya dan rasa aman )
c.Persaingan antara saudara kandung
d.Inteligensi
e.Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
f.kehilangan mengakibatkan kecemasan, depresi rasa malu dan rasa salah.
g.Konsep diri, pengertian identitass diri sendiri
h.Keterampilan, bakat dan kreativitas.
i.Pola adaptasi dan pembebanan sebagai reaksi terhadap bahaya.
j.Tingkat perlembangan emosi.
• Sosio-Budaya : a.Kestabilan keluarga
b.Pola mengasuh anak
c.Tingkat ekonomi
d.Perumahan : Kota >< Desa
e.Pengaruh Rasis dan agama
Prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.àf.masalah kelompok minoritas
3. Penilaian Respon terhadap Stress
Perasaan sedih, marah, takut, senang, rasa tidak berdaya, (putus asa, merasa sendirian)àa. Afektif
Tidak mau berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, hilang perhatian, ilusi, bingung, ragu-ragu.àb. Kognitif
Peningkatan ( Prolaktin, ACTH, Kolagen, Gangguan pencernaan, lemah, letih, lesu, pusing, perubahan berat badan).àc. Psikologi
Menarik diri, gangguan tingkat aktivitas, mudah marah, menangis dan tersinggung.àd. Tingkah laku
4. Sumber koping
Mencari dukungan sosial seperti meminta bantuan kepada keluarga, teaman, tetangga.àa. Dukungan sosial
ketersediaan materiàb. Ekonomi
kemampuan untuk mengatasi yang trejadi sebelumnya.àc. Kemammpuan personal
Mencari dukungan spiritual dengan berdo’a dan meningkatkan keyakinanya.àd. Keyakinan
5. Mekanisme Koping
Stressor Individu Stressor
Keseimbangan terganggu
Usaha individu mengatasi stressor
Respon Adapptif Respon Maladaptif
Respon yang dapat di terima Respon individu dalam
oleh norma-norma sosial budaya menyelesaikan masalah yang
yang berlaku. Menyimpang dari norma-norma
Dengan kata lain sosial budaya dan lingkungan.
Individu dalam batas normal:
1.Mampu menyelesaikan 1.Kerja berlebih
Masalah. 2.Menghindar
2.Mau berbicara dengan 3.Menciderai diri
Orang. 4.Menangis
3.Mampu melakukan aktivitas 5.Menarik diri
kontruktif
4.Olah raga
B. Diagnosa Keperawatan
Data yang dikumpulkan dapat dikelompokan dalam masalah keperawatan ( potensial/aktual ) dan etiologi dari masalah. Hubungan stress dan stressor merupakan hubungan masalah (stress) dengan etiologi (stressor). Beberapa contoh diagnosa keperawatan pada stress :
1. Koping individu tak efektif yang brehubungan dengan :
a. Perubahan pola hidup
b. Sistem pendukung tidak eadekuat
c. Koping yang tidak ampuh
d. Stress yang brekepanjang
2. Koping keluarga yang ta efektif berhubungan dengan :
a. Masalah ekonomi
b. Kecacatan atau handaya yang berkepanjangan
c. Stress berkepanjangan ( psikologis, fisiologis, situasi )
3. Gangguan aktivitas berhubungan dengan :
a. Stress fisiologis
b. Krisis emosi atau situasi
4. Keputusaan berhubungan dengan :
a. Tidak mampu menyelesaikan stress
b. Tidak mampu mengontrol stress
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan :
a. Ansietas
b. Krisis situasi atau emosi
Rencana keperawatan terdiri dari tujuan dan tindakan keperawatan. Tujuan keperawatan pada klien stress disesuaikan dengan diagnosa keperawatan.
Contoh tujuan :
a. Klien dapat menangani berbagai perubahan dalam kehidupan.
b. Klien dapat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah.
c. Klien dapat menerima dukungan sosial yang adekuat.
D. Implementasi
1. Dukung Klien dan keluarga
Ungkapan perasaan merupakan salah satu cara mengurangi stress.contoh : mengekspresikan perasaan, kekhawatiran dan masalahnya.
2. Orientasi Klien
Mengorientasikan klien tentang Rumah Sakit, fasilitas dan peraturan yang brelaku.
3. Pertahankan Identitas Klien
Pertahankan identitas klin dengan memanggil nama klien.
4. Memberi Informasi yang Dibutuhkan Klien
Contoh : Prosedur pemeriksaan dan tindakan keperawatan.
5. Ulangi informasi jika klien ukar mengingat
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang, dan mendukung kemendirian klien.
7. Meningkatkan harga diri klien
Libatkan klien dalam tindakan keperawatan
8. Membantu manejemen stress
Latihan nafas dalam
Latihan relaksasi bertahan
Latiahan liam fari
9. Bantu dan laih klien berfikir
E. Evalusi
1. Pada klien
a. Klien dapat menghadapi berbagai perubahan dalam kedepannya.
b. Klien dapat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah
c. Klien dapat menerima beberapa dukungan yang adekuat
2. Pada keluarga
a. Keluarga mampu berkomunikasi dengan klien secara terapetik
b. Keluarga mampu memberikan informasi yang dibutuhkan klien
Manajemen stress ini mempunyai 3
diagnosa keperawatan yaitu :
Meningkatkan kemampuan untuk menghindari situasi stress
Memulai praktik tehnik manajemen stress
Meningkatkan kemampuan mempertahankan reduksi stress melalui penggunaan konsisten tehnik manajemen stress
Meningkatkan kemampuan untuk menghindari situasi stress
Memulai praktik tehnik manajemen stress
Meningkatkan kemampuan mempertahankan reduksi stress melalui penggunaan konsisten tehnik manajemen stress
Proses terjadinya masalah :
Dalam kehidupan stress sering terjadi, namun ada orang tidak menyadarinya karena kadarnya masih ringan. Pemicu stress bisa berasal dari Internal maupun dari eksternal. Internal terkait dengan kepribadian, kebutuhan, nilai, tujuan,umur dan kondisi kesehatan kita. Sementara dari sisi eksternal, bersumber pada lingkungan keluarga, masyarakat, tempat kerja maupun berbagai sumber lain.
Stress yang tidak dapat dikurangi atau dikelola dengan baik akan menimbulkan suatu resiko atau bahkan gangguan pada kesehatan jiwa seseorang seperti timbulnya frustrasi dan ketidakberdayaan.
Pada individu yang sehat stress akan dapat dikelola dengan baik hal ini dapat dilihat dengan kemampuannya menguraikan sumber-sumber stress dan dapat menyebutkan cara untuk menghindari stress tersebut seperti: Goliszek (2005) menyatakan bahwa usaha untuk memecahkan kebiasaan stress sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik dengan; (1) mempelajari apa itu stress, (2) mengenali gejala stres yang terjadi dalam diri, (3) mengubah pola perilaku dan (4)memanfaatkan serangkaian teknik dan relaksasi dari manajemen stres yang cepat dan sederhana.
Mengenali tanda dan gejala bila mengalami stress baik dari fisik maupun psikologi seperti : Dr. Hans Selye membagi respon terhadap stress dalam tiga tingkatan yaitu alarm (alarm), perlawanan (resitance) dan peredaan (exhaustation). Pertama, alarm merupakan peringatan dini atas terjadinya stress yang ditandai dengan reaksi tubuh terhadap adanya tekanan atau stress. Gejala umum yang terjadi adalah otot menegang, tekanan darah meningkat, denyut jantung meningkat dan sebagainya. Tahap kedua, munculnya perlawanan yang ditandai dengan kegelisahan, kelesuan dan lain sebagainya yang menandakan seseorang sedang melakukan perlawanan terhadap stress. Hasil dari perlawanan tersebut dapat berupa kecelakaan, keputusan yang ceroboh dan kondisi badan yang sakit-sakitan. Akhirnya, berujung pada tahap peredaan yang merupakan runtuhnya perlawanan. Pada tahap ini muncul berbagai penyakit seperti darah tinggi, kencing manis, jantung koroner dan sebagainya.